عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ إِنِّي أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ فَقَالَ لَا إِنَّ ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَكِنْ دَعِي الصَّلَاةَ قَدْرَ الْأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ فِيهَا ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي
Dari ‘Aisyah bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy bertanya kepada Nabi ﷺ katanya, “Aku mengeluarkan darah istihadhah (penyakit). Apakah aku tinggalkan shalat?” Beliau menjawab: “Jangan, karena itu hanyalah darah penyakit seperti keringat. Tinggalkanlah shalat selama masa hari-hari haidmu, setelah itu mandi dan kerjakanlah shalat.” (HR. Bukhari no. 325)
Definisi Istihadhah
Syaikh Abdurrahman Al Jaziriy Rahimahullah menjelaskan:
الاستحاضة هي سيلان الدم في غير وقت الحيض والنفاس من الرحم
Istihadhah adalah mengalirnya darah di luar waktu haid dan nifas yang berasal dari rahim. (Al Fiqhu ‘alal Madzahib Al Arba’ah, 1/119)
Dalam Al Mausu’ah disebutkan:
سَيَلاَنُ الدَّمِ فِي غَيْرِ أَوْقَاتِهِ الْمُعْتَادَةِ مِنْ مَرَضٍ، وَفَسَادٍ مِنْ عِرْقٍ يُسَمَّى (الْعَاذِل)
Mengalirnya darah di luar waktu-waktu biasa (haid), baik karena sakit, atau darah rusak karena keringat yang dinamakan Al ‘Aadzil. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 18/292)
Sebagian ulama menyebut darah penyakit, sedangkan haid darah sehat. (Ibid)
Jadi, sederhananya jika seorang wanita mengeluarkan darah dari kemaluannya di luar jadwal haidnya, baik setelah atau sebelumnya, atau saat tidak nifas, maka itu darah istihadhah.
Status hukum wanita yang Istihadhah
Syaikh Abdurrahman Al Jaziriy Rahimahullah menjelaskan:
والمستحاضة من أصحاب الأعذار، فحكمها حكم من به سلس بول، أو إسهال مستمر، أو نحو ذلك من الأعذار
Wanita yang istihadhah termasuk golongan yang memiliki ‘udzur (dimaafkan), maka hukum mereka sama dengan orang yang mengalami beser, mencret terus menerus, atau udzur-udzur lain semisalnya. (Ibid, 1/120)
Beliau melanjutkan:
وحكم الاستحاضة أنها لا تمنع شيئاً من الأشياء التي يمنعها الحيض والنفاس، كقراءة القرآن، ودخول المسجد، ومس المصحف والاعتكاف. والطواف بالبيت الحرام وغير ذلك
Hukum bagi wanita istihadhah, dia tidak terhalang melakukan apa-apa yang terhalang bagi wanita haid dan nifas. Seperti membaca Al Quran, masuk ke masjid, menyentuh mushaf, i’tikaf, dan thawaf di baitul haram, dan lainnya. (Ibid)
Dalam Al Fiqhu Al Muyassarah:
وهو لا يمنع الصلاة ولا الصيام ولا الوطء؛ لأنها في حكم الطاهرات. ودليله حديث فاطمة بنت أبي حبيش: قالت: يا رسول الله إني أُسْتَحَاضُ، فلا أطهر، أفأدع الصلاة؟ فقال: (لا، إن ذلك عِرْق وليس بالحيضة، فإذا أقبلت الحيضة فدعي الصلاة، فإذا أدبرت فاغسلي عنك الدم وصلي
Darah istihadhah tidak mencegah dari shalat, puasa, dan hubungan suami istri, sebab dia dihukumi suci. Dalilnya adalah hadits Fathimah binti Hubaisy, dia berkata: “Wahai Rasulullah, Aku mengeluarkan darah istihadhah (penyakit). Apakah aku tinggalkan shalat?” Beliau menjawab: “Jangan, karena itu hanyalah darah penyakit seperti keringat. Tinggalkanlah shalat selama masa hari-hari haidmu, setelah itu mandi dan kerjakanlah shalat.” (Al Fiqh Al Muyassar fi dhau’il Kitab was Sunnah, Hal. 41)
Bagaimana dengan jima’ (hubungan suami istri)? Mayoritas ulama mengatakan BOLEH, sebab itu bukan haid, itu adalah suci. (QS. Al Baqarah: 222). Inilah pendapat Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Ibnul Mundzir mengatakan bahwa Ini juga pendapat dari Ibnu Abbas, Ibnul Musayyib, Al Hasan, ‘Atha, Qatadah, Sa’id bin Jubeir, Hammad bin Abi Sulaiman, Bakr bin Abdillah Al Muzani, Ats Tsauri, Al Auza’i, Ishaq, Abu Tsaur. Ibnul Mundzir mengatakan: ‘Ini juga pendapatku.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 44/20)
Sebagaian ulama mengatakan tidak boleh, seperti Hambaliyah, Ibnu Sirin, Asy Sya’bi, Al Hakam, Ibnul ‘Ulayyah dari Malikiyah. (Ibid, 44/21)
Sifat darahnya
Syaikh Muhammad bin Ibrahim At Tauwaijiriy mengatakan:
ولون هذا الدم أحمر، رقيق، غير منتن، يتجمد إذا خرج؛ لأنه دم عرق عادي
Warna darahnya merah, encer, tidak bau busuk, tapi ketika keluar akan membeku, karena ini darah yang bercampur keringat yang biasa. *(Al Mukhtashar Al Fiqh Al Islamiy, Hal. 441)*
Wudhu atau Mandi?
Wanita istihadhah dihitung hadats kecil, bukan hadats besar. Sehingga wajib baginya wudhu tiap akan shalat. Tapi, bagi yang haidnya berlanjut ke istihadhah, tetap wajib mandi, yaitu mandi karena berakhirnya haid.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
أنه لا يجب عليها الغسل لشئ من الصلاة ولا في وقت من الاوقات إلا مرة واحدة، حينما ينقطع حيضها.
وبهذا قال الجمهور من السلف والخلف. أنه يجب عليها الوضوء لكل صلاة، لقوله صلى الله عليه وسلم في رواية البخاري : (ثم توضئي لكل صلاة)
Tidak wajib mandi atasnya baik karena shalat dan tidak pula waktu waktu lain kecuali sekali saja yaitu saat selesai haidnya. Inilah pendapat mayoritas ulama salaf dan khalaf. Yang wajib adalah WUDHU pada tiap akan shalat, berdasarkan hadits riwayat Bukhari: “Kemudian wudhulah untuk tiap shalat.” (Fiqhus Sunnah, 1/88-89)
Para ulama telah sepakat bahwa darah istihadhah membatalkan wudhu. Oleh karena itu mestilah wudhu setiap kali akan shalat, yaitu bersihkan dulu (cebok), lalu wudhu.
Imam Ibnul Mundzir Rahimahullah mengatakan:
وأجمعوا على أن دم الاستحاضة ينقض الطهارة، وانفراد ربيعة، وقال: لا ينقض الطهارة
Para ulama ijma’ bahwa darah haid membatalkan wudhu, namun Rabi’ah punya pendapat lain sendiri, dia mengatakan: “Tidak membatalkan thaharah.” (Al Ijma’, Hal. 33)
Wallahu a’lam
Farid Nu’man Hasan
The post Istihadhah appeared first on Syariah Online Depok.
News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door
Download Film
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.